Archive for the ‘suka-suka’ Category

Baku, Suatu Hari

Ketika menyebut nama Baku (tepatnya Dusun Baku Desa Sumi Kecamatan Lambu Kab. Bima NTB, kalimat yang sama pasti dilontarkan oleh semua orang, Jalanannya Parah!. Tapi bagi kami, Jalan yang rusak bukan suatu hambatan untuk menjelajah dan mengenal lebih dekat kehidupan Dusun-dusun terpencil yang berada di Kabupaten Bima.
Baku menjadi next destination setelah sebelumnya kami telah melakukan perjalanan dan menginap semalam di Pantai Nggelu.

Perjalanan ditempuh lebih kurang 2 jam, sebaiknya menggunakan kendaraan roda dua. Kondisi jalanan yang rusak parah. Untuk menuju ke sana dari Sape menuju ke Desa Sumi, kemudian belok kanan ke arah Pantai Papa. Lanjut perjalanan menuju arah Desa Nggelu, sebelumnya sampai di desanya, akan ada pertigaan yang menuju ke Dusun Baku.
Kebanyakan penduduk Dusun Baku adalah penduduk yang berasal dari Desa Sumi dan sekitarnya. Di samping itu penduduk Dusun Baku juga berasal dari Lombok yang merupakan kaum transmigran yang sudah lama membaur dengan penduduk lokal.
Kegiatan bercocok tanam, berternak dan menangkap ikan merupakan mata pencaharian yang umum di temui di Dusun tersebut. Tanah yang luas dengan pegunungan dan hutan yang lebat serta pantai yang indah dan masih alami sangat mendukung untuk pencaharian tersebut.
Dusun Baku memang terpencil dan belum dikelola dengan baik. Sebenarnya keterpencilan Baku disebabkan karena akses jalan untuk menuju ke sana tidak ditata dengan baik. Seandainya jalanan baik, pasti akan banyak orang yang ingin menikmati indah pemandangan dan pantainya, dan efeknya??, bisa ditebak lah, ekonomi pasti akan maju dan cepat berkembang.

Pantai yang terletak di Dusun Baku, merupakan pantai yang sangat indah, sangat cocok untuk dijadikan tempat wisata. Memiliki garis pantai yang panjang, serta ombak yang menantang, ciri khas ombak pantai selatan. Ah, mengapa pemerintah telat mikir untuk mengelola daerah ini. Kalau gak mampu dikelola sendiri, kan bisa mencari partner dari pihak swasta untuk mengelolanya.
Di pegunungan yang berhadapan langsung dengan laut, telah berdiri hotel atau penginapan dengan berbagai variasi bentuk dan harga. Ratusan wisatawan menikmati pantai dengan duduk di tepian dan ada juga yang berenang. Sebagian lainnya melakukan kegiatan outbound. Ama Landa, penduduk lokal, tersenyum karena produk makanan dan souvenir yang dijajakannya laris manis.
Kemiskinan tidak terlihat lagi, Baku yang gemerlap dengan lampu mercury telah menjadi tempat yang menjanjikan untuk kehidupan yang lebih baik.
ahhh..itu cuma mimpi, saya lupa ini Bima, Saya lupa ini Indonesia.

Kenapa Saya Memilih Gear Sony Alpha??

Saat ingin membeli kamera pocket atau DSLR tentu yang ada dipikiran kita semua adalah 2 merk yang terkenal. Atau saat bingung mencari kamera pocket dan DSRL lalu anda searching menggunakan mbah google atau search engine lainnya, yang akan dimunculkan di halaman awal pasti hanya 2 merk : Canon dan Nikon

Begitu juga saat pertama kali saya membeli kamera, yang teringat dalam benak saya cuma 1, Canon!.

Tetapi seiring perjalanan waktu, saya banyak bergaul dengan orang2 yang “salah”, dan Sayapun menjadi salah, Salah dalam banyak arti. Tetapi saya persempit salah yang tidak terhingga itu ke dalam dua kesalahan saja.

Salah yang pertama :
Saat semua orang belajar mendalami Sistim Operasi Windows yang bejibun digunakan oleh orang di seluruh dunia, eh, kita malah memperdalam Sistim Operasi Linux.

Salah yang kedua :

Saat rata2 orang yang mendalami ilmu motret dengan Canon dan Nikon, eh, kita malah menggunakan Sony.

Ketika menggunakan Canon, hampir setiap saat saya diracuni untuk pindah agama, tidak hanya dengan perkataan, tetapi juga dengan perbuatan.

Awalnya saya tidak begitu peduli, tetapi karena otak terus menerus di cuci, saya mulai goyah. Apalagi pertama kali menggunakan Sony SLT A33 yang telah dipasangi lensa legendaris Minolta Beercan (70-210 mm) milik Ramiaji Lamsari (Ketua The Mbozo Gangster). Saya sangat terpesona dengan ketajaman, warna dan bokehnya.

Masih berlanjut, Saat mencoba kamera legenda milik Mas Yudi, saya tambah terpana, dan masih ditambah lagi dengan saat mencoba menggunakan Sony Alpha 300 dengan lensa Minolta Big Beercan (70-300 mm) milik Blek, tambah jatuh cinta.

Tentu merk-merk lain pastilah memiliki lensa yang yang bagus dan mumpuni, seperti Canon dengan lensa L atau yang bercincin merah. Tetapi untuk mendapatkannya, kocek alias uang dikantong harus sangat tebal. Nah untuk saya yang cuma opas/penjaga sekolah ini, tidak mungkin kebeli, walaupun sudah menjual harta2 yang saya miliki, dan termasuk menjual harga diri saya, tetap tidak akan tertebus.

Karena racun sudah menjalar di syaraf dan nadi saya, mulai saya browsing semua hal yang berkaitan dengan Kamera Sony. Mulai saya membaca review semua yang berkaitan dengan kamera, Mulai saya bergaul dengan orang-orang Alpharian (sebutan untuk penggila Sony) dengan masuk dan mendaftar di Forum Alpharian (Alpharian.com).

Ketika duit untuk membeli gear Sony sudah mulai terkumpul, mulai galau dengan 2 pilihan : Sony SLT A55 atau Sony DSLR A580. Setelah membaca di Forum, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, akhirnya saya memilih Sony SLT A55 dengan lensa Kit. Masih kurang, untuk melengkapinya saya membeli lensa tele Minolta APO 100-300 mm.

Di antara puluhan atau mungkin ratusan pencinta foto di Kota dan Kabupaten Bima, pasti kebanyakan merk yang digunakan seperti yang saya tulis di atas. Tetapi percayalah, berbeda itu indah, minoritas itu membanggakan. Saya menggunakan Kamera Sony, dan pasti itu berbeda seperti yang kebanyakan orang pakai, dan itu indah. Saya menggunakan Gear Sony, itu minoritas, tetapi minoritas itu sangat membanggakan (di Kabupaten dan Kota Bima, baru 5 orang yang menggunakan). Seperti juga sampai saat ini Sistim Operasi di Komputer saya sangat berbeda karena saya menggunakan Linux, dan masih minoritas dan membuat saya bangga karena berbeda.

Hanya orang yang telah diberi Rahmat dan Hidayah oleh Sang Pencipta yang dipilih untuk menyukai Sony Alpha dan diberi kesempatan untuk menggunakan Linux 🙂

Boys Band…..(Ha…Ha…)….Cih

Akhirnya, kiamat untuk kedua kalinya terjadi dalam kehidupan saya. Seperti saat ini, kejadiannya kira-kira saat saya masih SMP atau SMA, saya tidak terlalu bisa dengan sangat untuk mengingatnya, karena keterbatasan otak yang hanya bisa merapal perintah-perintah di terminal saat menggunakan linux. Saat itu,  bertebaran Boys Band (BB) yang membuat kuping saya serasa hancur jika tanpa sengaja mendengar mereka bernyanyi, atau air mata saya netes saat tanpa sengaja (juga) saat melihat mereka menari di Televisi, dan atau tiba-tiba mata saya jadi rabun ayam saat melihat foto mereka nongol di majalah-majalah remaja yang pada saat itu, karena keterbatasan keuangan yang saya miliki, iseng saya minta pinjam dari kawan-kawan cewek yang sangat suka membawa majalah tersebut di sekolah. 

Begitu bertebarannya tetapi hanya beberapa yang saya ingat BB yang berasal dari negara nun jauh di sana, ada New Kids On The Block (NKOTB) ada Boyz II Men, entah apa lagi BB yang lainnya. Terus di negara yang Nun Jauh Di sini ada BB yang menamakan diri mereka Trio Libels, Coboy, ME  dan yang lainnya deh. Kenapa saya ingat dengan nama2 BB ini?, jawabannya simple..karena saya sangat membenci mereka.
Susah saya mencerna musik yang mereka suguhkan, entah bagian mana dari  musik mereka yang ingin ditonjolkan. Dilihat dari berbagai sudut tetap tidak bisa masuk dalam pikiran saya. Jadinya mereka seperti sampah yang terserak di televisi, radio serta majalah, dan jika kebetulan dengan kondisi yang tidak bisa saya tolak, menonton mereka tampil di media bikin saya berasa jadi bencong. Ihhhh…Jijay..

Mau ngomel apa lagi ya?? yang jelas, saya berharap masa ini akan cepat berlalu, zaman kegelapan saya dalam menikmati musik. Mudah2an tidak akan ada lagi zaman seperti ini, dan mudah2an BB tumbang dan terkubur di dalam tanah.

Anjing

Sekolah saya, belum tertata rapi seperti layaknya sekolah-sekolah pada umumnya. Lokasinya merupakan areal bekas tambak, sehingga sangat susah untuk ditanami pohon dan bunga-bunga. Masih belum cukup penderitaan itu, masih lagi ditambah dengan pola hidup masyarakat sekitar yang membiarkan ternaknya hidup bebas, sehingga jika kami menanam tanaman di halaman sekolah, harus menghadapi musuh : Kambing!.
Saya telah beberapa kali menanam Pohon, anda tau lah, kalau daerah sekitar tambak pasti keadaannya gersang. Itu yang memicu saya mencoba membuat rindang sekolah yang sudah saya dan teman2 rintis dari NOL.
Tetapi banyak faktor yang membuatnya gagal tumbuh besar. Keadaan tanah yang memiliki kandungan garam berlebih, meskipun dengan berbagai cara dan saran dari orang-orang kami ikuti, saat proses penanaman, tetap tidak membuahkan hasil. Ada juga yang tumbuh dan layak disebut pohon, tetapi itu tidak sebanding dengan wilayah sekolah yang cukup luas.
Untuk masalah kambing, paling jengkel deh, bayangkan, sudah capek-capek menanamnya, dan tumbuh besar, tetapi dalam sekejap daun yang hijau masuk ke dalam perut si kambing.
Setelah mentok dengan berbagai cara, munculah ide lain : memelihara anjing.
Setelah diusahakan oleh teman, sekolah kami berhasil memiliki 2 ekor anak anjing. Yang pertama anak anjing dengan ciri-ciri bulu warna hitam dan sedikit warna putih pada kakinya. Oleh teman saya diberi nama : Macan.
Anjing yang kedua, diambil dari rumah kosong milik penduduk beberapa hari setelah si Macan dipelihara. Anjing yang satu ini, berbadan tambun, dengan bulu warna coklat dengan tingkah yang sangat lucu. Saya memberinya nama : Doggy Style, untuk menyingkat nama panjang tersebut, cukup panggil saja Dog :).


ini si Doggy Style

Kenapa dinamakan Macan?. Menurut teman saya, biar galak seperti macan. Sangat simple lah, jawabannya.
Terus kenapa dinamakan Doggy Style?. Nah kalo yang ini sayalah yang wajib menjelaskannya, karena sayalah yang memberi nama. Doggy style merupakan salah satu gaya yang disukai oleh orang yang sedang kawin (Bahasa ini diperhalus, sehalus-halusnya, anda pasti tau maksudnya). Jadi diharapkan kalau sedang kawin, kita bisa mengingat si Dog ini, weleh…

ini Si Macan


Si Macan dan Dog dipelihara dengan membawa misi umum yang mulia yaitu menjaga sekolah. Tugas khususnya yaitu mengejar kambing sampai garis pagar perbatasan dan mengusir maling yang jalan2 ke sekolah. Tugas yang biasa dilakukan oleh anjing-anjing pada umumnya.

Saya tidak pernah punya pengalaman memelihara anjing, banyak faktor kenapa saya tidak pernah melakukannya, tetapi yang paling utama adalah dalam agama saya, anjing merupakan binatang yang tidak boleh disentuh. Si Macan dan Dog ini, masih sangat kecil. Saya tidak tahu persis berapa umurnya. Layaknya ajing kampung pada umumnya, ketika dilahirkan oleh induknya, ada orang yang mengambilnya untuk dijadikan hewan peliharaan. Jadi jika dirunut garis keturunannya bisa dipastikan keduanya anjing kampung. Tetapi Si Dog agak berbeda dikit. Kesimpulannya orang tua si Macan kedua-duanya anjing kampung, sedangkan orang tua si Dog sepertinya hasil selingkuhan anjing kampung dengan anjing blasteran.

…Mereka Sedang Bercanda….

Karena mereka berdua masih bayi, saya memberinya susu anak-anak yang dibeli ketengan. Per sachet harga susunya Rp. 1.500., disamping diberi nasi dan roti kalau saya sedang makan roti. Mereka sepertinya senang-senang saja. Mungkin merasa sedikit di-anjingkan oleh saya.

Akhir tulisan, semoga Si Macan dan Dog lekas besar, patuh dan berbakti kepada saya dan teman saya.




Kangen

Sudah sekitar 2 bulan ini saya jarang berada di rumah. Banyak sekali kegiatan yang harus saya ikuti dan saya rancang. Mulai dari kegiatan di tingkat provinsi maupun yang berskala nasional. Dari kegiatan yang satu ke kegiatan yang lain, di beberapa provinsi di Indonesia.
Kegiatan pengelolaan website untuk sekolah yang diselenggarakan di Mataram selama 4 hari, dilanjutkan dengan diklat guru produktif di Cianjur Jawa Barat selama 2 minggu. Kemudian pulang dan ngaso beberapa hari di rumah, berangkat lagi untuk kegiatan SEAMOLEC (Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Open Learning Centre)di Mataram, dengan agenda membuka program D1 Jarak jauh di SMKN 1 Bima untuk Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Kembali lagi ke kampung halaman, tetapi kerjaan yang ditinggalkan begitu menumpuk, beberapa malam lembur di sekolah karena menemani Teknisi yang sedang memperbaiki VSAT.


Lanjut lagi dengan kegiatan E-KTP yang saat ini gencar disosialisasikan. 5 hari di Jakarta untuk pelaksanaan Bimbingan Teknis E-KTP. Pulang lagi ke Bima, setelah itu, selama 2 hari berkordinasi dengan pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bima untuk pelaksaan pelatihan (Bimtek) Operator untuk 5 Kecamatan yang ada di Kota Bima. Tanggal 30 dan 31 Juli ini, saya harus memberikan materi tentang tata cara enrollment E-KTP pada masing-masing operator kecamatan yang telah dikumpulkan di salah satu hotel.

Sampai saat ini, saat mengupdate blog yang sudah 4 tahun menjadi tempat curhat dan untuk menyalurkan keinginan untuk menulis, saya masih nomaden, berpindah dari provinsi, kabupaten dan kecamatan, dari 1 hotel ke hotel yang lain dari kamar tidur yang satu ke kamar tidur yang lain, bertemu dengan orang-orang baru dan komunitas baru dengan membangun komunikasi baru, selanjutnya membuat kegiatan baru, sangat menyenangkan dan saya sangat menikmatinya sebagai sesuatu yang sangat berharga sebagai pengalaman hidup yang tak terlupakan.


Tetapi memang ada yang harus saya korbankan untuk sementara ini. Kesempatan untuk bertemu 2 Little Penguins menjadi sangat jarang. Ada rasa kangen di dalam hati yang sangat besar kepada mereka. sudah lama saya tidak bermain karate-karatean dengan anak saya yang pertama atau menonton Opera Van Java sampai larut malam dengan anak saya yang ke dua. Apalagi saat ini, malam minggu, lazimnya semua keluarga merayakannya dengan aktivitas yang santai dengan mengintensifkan pertemuan dengan semua anggota keluarga setelah beraktivitas selama kerja. Selayaknya memang seperti itu, tetapi malam minggu ini, saya tidak bisa berada di samping mereka dan memeluknya sambil tidur. Saya masih harus mengatur persiapan untuk besok, memberikan bimbingan teknis operator kecamatan se Kota Bima keesokan harinya, kemudian selama 4 bulan saya akan mendampingi mereka pada saat enrollment E-KTP di masing-masing kecamatan.

Dalam hati saya berjanji akan menebus semua ini, setelah semua kegiatan selesai. Setidaknya jika ada sedikit waktu luang, akan saya curahkan untuk bersantai bersama 2 Little Penguins yang banyak memberi inspirasi dan semangat dalam bekerja. Berenang di pantai, mencicipi makanan di warung-warung tenda yang telah maupun belum pernah dikunjungi, nonton bersama film-film animasi, bercanda sambil main kuda-kudaan. Hmmn..sudah lama pundak saya tidak degelayuti oleh tubuh-tubuh mungil yang manja dengan celoteh-celoteh lucunya yang membuat saya sangat terhibur. Aku akan penuhi itu semua. Tunggu Papa Pulang….Met bobo ya…!!!


* Little Penguins adalah sebutan untuk 2 buah hati saya : Samudera Alfatihah dan Syahadat Penyatu Jiwa. (Cepat besar dan semoga menjadi linuxer yang tangguh)


Balik Lagi Ke ClarkConnect/ClearOS

Untuk kebutuhan koneksi internet di Kabupaten Bima, khususnya di Kecamatan Sape dan Lambu, tentu diperlukan router sebagai pembagi segmen IP Address. Dari Jardiknas masing-masing ICT Center (Pusat Layanan TIK) telah diberi 6 IP Publik. Tentu menjadi tanggung jawah masing-masing ICT Center untuk membagi kelas IP tersebut menjadi IP local.
Saya pertama kali belajar mengenai routing sekitar tahun 2006. Kemudian mencoba distro linux untuk router/proxy/gateway server. ClarkConnect menjadi pilihan distro yang pertama kali dioprek. Pada masa itu tidak banyak dokumentasi yang bisa diperoleh tentang cara setting dan lain sebagainya. Kalaupun ada manualnya dalam Bahasa Indonesia sangat sedikit, biasanya saya merujuk langsung ke website resminya.
Karena ingin banyak belajar dan mencoba distro lainnya, IPCOP saya instalkan, terus mencoba untuk mempelajarinya. Beberapa bulan kemudian, saya mencoba SMOOTHWALL dan mengopreknya
Bosan dengan ClarkConnect, IPCOP dan SMOOTHWALL, saya mencoba Ubuntu Server. Tutorialnya sangat banyak beredar di internet, maklum sebagai distro papan atas, tentu banyak pengguna yang menuliskan pengalamannya menggunakan distro ini. Distro ini paling lama saya gunakan untuk server.
Ubuntu Server sangat tangguh, ratusan kali mati listrik (saya asumsikan penjumlahannya bertahun-tahun. Dalam 1 hari bisa sampai 6 kali mati listrik) tidak membuatnya KO. Malah hardware server yang terlebih dahulu rusak, sedangkan Ubuntunya masih aman-aman saja.
Penasaran dengan distro lainnya, saya mencoba IPFire, yang merupakan gabungan dari IPCop dan Smoothwall. Distro ini lumayan bagus untuk router/proxy dan gateway. Untuk pemula, saya sangat menyarakan untuk menggunakan distro ini, karena sangat mudah dalam melakukan setting. Tetapi kekurangannya, dokumentasi kebanyakan menggunakan Bahasa Jerman, meskipun ada sedikit dokumentasi dari berbagai bahasa lainnya.
Sering bergaul di milis linux, sering direkomendasikan oleh para penghuninya jika ada pertanyaan dari yang mengaku newbie tentang distro proxy/router untuk menggunakan Distro ClearOS.
Penasaran, saya mengunduh dan menginstalkannya. Untuk ukuran distro router dan proxy, file .iso ClearOS sangat tambun, sekitar 700 MB. Tetapi memang distro ini sangatlah lengkap karena fungsi-fungsi server yang lainnya sudah termasuk di dalamnya.


Perkembangannya memang sangat pesat. Saat ini bahkan sudah ada forum yang membahas secara lengkap khusus distro ini dalam Bahasa Indonesia, Silahkan merujuk ke alamat ini!, untuk mendapatkan buku panduannya, silahkan merujuk ke alamat ini!.

Saat ini saya masih dalam proses ngoprek, reuni untuk mencoba lagi ClarkConnect dalam versi baru.













Naik Kereta Api, Tut…Tut….Tut..

Sudah sangat lama saya tidak menyentuh lagi moda transportasi jenis ini. Perjalanan ke luar daerah kebanyakan saya lakukan menggunakan pesawat. Pada hari ini, bisa disebut menjadi semacam reuni buat saya untuk mencicipi lagi nikmatnya menumpang kereta api.
Pengalaman pertama kali naik kereta api sekitar tahun 2008-2009, setamat saya kuliah di Akademi Pelayaran di Kota Semarang. Tentu saja saya penasaran berat, karena di kampung saya tidak ada transportasi seperti ini. Tujuan naik kereta waktu itu adalah ke Kota Jakarta. Saya mengambil Strata Satu untuk bidang yang akan saya geluti di Jakarta.

Kereta Ekonomi merupakan kereta pertama yang saya coba naiki. Pengalaman buruk luar biasa saya terima pada waktu itu. Kenyamanan jelas tidak ada dalam kamus pada Kereta Kelas Ekonomi. Betapa tidak, serbuan pedagang asongan terlihat sejak pertama duduk di dalam gerbong, sampai ke tujuan. Itu belum seberapa, lemparan-lemparan batu dari penduduk kampung (entah apa maksudnya) sampai menghancurkan kaca kereta. Semua penumpang panik dan saya terpaksa tidur di bawah bangku kereta untuk menghindari batu yang masuk ke dalam gerbong.
Kapok?, ternyata tidak. Sebulan kemudian saya kembali lagi ke Semarang dan Kereta Api Kelas ekonomi tetap menjadi pilihan. Naik dari Stasion Pasar Senin sekitar pukul 19.00 WIB. Seperti biasa, pedagang asongan, Pengemis dan Pengamen bergantian datang menghampiri. Menghapus mimpi dan hayalan saya juga penumpang-penumpang lainnya.
Saya sangat menikmati perjalanan pada saat itu, bercampur baur dengan Rakyat Indonesia yang sebenarnya.


Untuk mengabadikan peristiwa di atas kereta, saya menulisnya dalam bentuk puisi

WAJAH INDONESIA

Pagi datang terburu-buru
Dan kereta melaju perlahan
Besi dengan besi, lalu menggemuruh
Disini kutinggalkan kau!

Pengasong datang menjumpai mimpi
Tuk putus asa, walau uang hanya sekeping

Inilah wajah Indonesia
Temuilah di kereta-kereta ekonomi, di bus-bus yang pengap
Begitu berjejal mereka
Mencampuradukkan keringat harapan

Di atas kereta kutemui wajah mereka itu
Setelah melewati rumah-rumah kumuh
Sungai-sungai yang terpolusi oleh sampah
Sesungguhnya, inilah Indonesia!

Di atas kereta, di kursi 14 D
Kuhisap rokokku dalam-dalam
Aku juga orang Indonesia itu!

Kemudian tanggal 4 Juni 2011 kemarin, Saya sudah berniat untuk mencoba lagi naik kereta api. Dari Mataram menuju Surabaya menumpang Pesawat Lion Air yang terjadwal sore hari. Surabaya merupakan tempat yang cocok untuk memulai perjalanan dengan Kereta Api. Setelah mendapatkan tiket, saya menuju Jakarta dari Stasion Pasar Turi, pada senja hari menggunakan Kereta Sembrani, dengan harga tiket Untuk Kelas Eksekutif sebesar Rp. 325.000

Tiba di Stasiun waktu masih menunjukkan pukul 17.30 WIB. Setelah cek in ke dalam ruang tunggu, saya lalu berjalan-jalan di seputaran stasiun. Saya menilai dalam kebersihan, ketersediaan kursi tunggu, ketersediaan wc dan tempat ibadah sudah bagus dan mencukupi.
Kereta berangkat tepat waktu. Saya ditempatkan pada gerbong nomor 7 dan kursi nomor 7B yang nyaman dan empuk, memanjakan saya untuk menikmati perjalalan ini.
Namun sedikit kekecewaan yang saya alami. Kebetulan perut lagi kebelet. Bangun dari kursi menuju Kamar Kecil. Ternyata pada gerbong yang saya naiki, air untuk kamar kecil sudah habis (atau memang tidak diisi??). Saya terpaksa buang hajat ke gerbong lainnya. Mudah-mudahan hal remeh dan sepele ini tidak terjadi lagi, dan ke depannya Kereta Api benar-benar menjadi sarana transportasi andal yang sangat menyenangkan. Bisa kan??

sumber gambar di sini

>Pegawai Negeri Sipil

>

Di daerah saya, di Bima, Nusa Tenggara Barat, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), merupakan pilihan pekerjaan favorit dan malah cenderung di agungkan. Banyak alasan yang melatar belakangi mengapa pekerjaan itu menjadi pilihan utama masyarakat Bima.
Yang paling mendasar adalah, karena ketiadaan lapangan pekerjaan lain selain menjadi PNS. Di sini tidak ada industri (perusahaan atau pabrik) yang tersedia. Kalaupun ada, karyawan yang dibutuhkan untuk bekerja di perusahaan tersebut sangatlah sedikit.

Alasan lain, masyarakat Bima sudah terlanjur terpatri dalam benaknya tentang masa depan dan masa tua PNS dengan jaminan yang diberikan oleh pemerintah. Jika kita berdebat dengan para tetua, mereka akan mengatakan seperti ini : “memang, gaji di swasta itu tinggi, tetapi mereka bekerja sesuai dengan jam kerja yang ditentukan dan kalau sudah tua, tidak ada jaminan untuk hari tua”.

Alasan berikutnya, karena PNS itu adalah pekerjaan yang sangat terhormat di mata masyarakat. Entah siapa yang memulai berpikiran seperti ini, mungkin ini merupakan warisan kolonial yang masih dibawa sampai pada zaman modern seperti sekarang ini. Pikiran yang sangat tidak sepenuhnya benar, tetapi kenyataan itu yang berlaku di masyarakat.
Jadi, sekaya-kayanya orang Bima yang bekerja di sektor swasta, masih dianggap biasa oleh masyarakat. Pandang akan sangat jauh berbeda jika seorang PNS memiliki banyak harta, akan lebih dihormati dan dihargai oleh masyarakat.

Jika anda cowok dan masih bujang, tidak bekerja atau telah bekerja tetapi di swasta, kemudian memiliki pacar seorang PNS. Maka berhati-hatilah, karena jika anda ngapelin pacar di rumahnya dan berkenalan dengan orang tua do’i, pertanyaan yang akan dilontarkan biasanya “tabe tugas kai?” yang saya translate menggunakan google translate berarti “Anda bertugas di mana?”. Nah lho..pertanyaan itu sebenarnya berarti “Anda PNS di mana?”.
Itu masih halus, kadang ada orang tua yang langsung berkata, “tunggu kamu diangkat baru bisa menikah dengan anak saya”. Bahkan ucapan itu juga acap kali dilontarkan oleh mereka yang telah PNS dan memiliki pacar bukan PNS. Diangkat di sini mengandung pengertian yaitu berubah status menjadi PNS.

Karena begitu diagungkan masyarakat, terkadang status ini membuat orang-orang yang telah menyandangnya menjadi congkak dan sombong. Mereka menganggap orang lain menjadi tidak berharga
Ephoria biasanya dirasakan ketika pengumuman kelulusan ditempelkan, atau ketika mereka telah selesai melaksanakan Pra Jabatan.
Padahal, kalau anda periksa dompet mereka, uang yang ada tidak lebih dari 50 Ribu rupiah saja, itu saja sudah sangat mewah…..Jadi apa yang sebarnya yang bisa disombongkan?

Saya menilai mereka, PNS yang sombong itu adalah orang-orang kampung yang punya masa lalu tidak bahagia dan tidak pernah dihargai oleh orang keberadaannya. Makanya ketika mereka menjadi PNS mereka “ngelunjak”.

Sebenarnya tidak ada yang perlu dibanggakan ketika menjadi Pegawai Negeri Sipil. Untuk masalah kehidupan sehari-hari, mereka lebih banyak hidup dari hutang. Setelah memiliki Surat Keputusan (SK) Pengangkatan menjadi PNS, hampir 99,99% telah menggadaikan SK-nya tersebut di Bank!. Hasil hutang biasanya untuk membeli motor, membeli tanah tempat tinggal atau membangun rumah, Untuk biaya menikah dan segala keperluan lainnya.

Buruknya, setelah menggadai, biasanya prestasi kerja menurun, sering datang telat, acuh sama pekerjaan, karena uang gaji telah di potong untuk melunasi hutang, jadi mereka menganggap, tidak ada gunanya juga bekerja maksimal karena uang gaji juga sudah tidak maksimal. Salah siapa sebenarnya ya?. Jadi Seperti inilah salah satu mental PNS yang dibangga-banggakan itu.
Seperti itulah keadaan di daerah saya. Banyak PNS yang baik, tetapi lebih banyak yang tidak baik. Saya ceritakan kepada anda agar bisa menjadi paham. Sekaligus kritisi kepada diri saya agar tidak menjadi seperti mereka, dan tetap bekerja maksimal meskipun gaji sudah di potong.

sumber gambar di sini

>319 Kilo Meter Untuk Migrasi Pemkab Sumbawa

>

Pukul 6.30 WITA, dari rumah saya di Sape, dengan menggunakan motor, menuju Kabupaten Dompu. Tujuan saya adalah menjemput Farhan Perdana atau Black Claw di Dinas Koperasi Dompu. Pak Ramiaji sudah sampai duluan di Dompu. Saat saya tiba, Mereka berdua sedang menyantap Salome Jumbo yang terkenal itu.
Istirahat sejenak, ngobrol dan bercanda, kemudian diambil keputusan untuk menculik Furkan Samada alias Ukang untuk diajak ke Sumbawa. Di rumah Ukang, kami disambut dengan ramah oleh ibunya. Beberapa cangkir kopi dan beberapa potong kue disuguhkan di Paruga (berugak) untuk sekedar kami santap sambil menunggu Ukang yang sedang mandi.

Blek sedang makan salome

Ramiaji sedang makan salome juga
Ukang Haxxxxxor

Perjalanan panjang dimulai. Ramiaji dengan Blek, Sedangkan saya membonceng Ukang. Saya membawa kamera Canon EOS 500 D. Sengaja saya bawa kamera tersebut, karena ingin belajar fotografi sama Blek sekalian ingin mendokumentasi perjalanan dan kegiatan migrasi di Sumbawa.

Dompu yang eksotik, baru saya nikmati lagi. Biasanya jika ke luar daerah, saya menggunakan bis malam. Jadi, segala macam pemandangan indah tidak tersentuh oleh mata, karena keadaan gelap, dan juga karena saya sudah ngorok dalam perjalanan.

>Makang-makang versi Kaipang

>

Setelah acara sosialisasi OSS usai. Pemateri dari Kaipang, dipanggil menghadap H. Hakam di ruang kerjanya. Cerita tentang Sosialisasi OSS bisa kembali dibaca di sini dan di sana.
Pemanggilan tersebut tidak lain dan tidak bukan, maksud dan tujuannya adalah memberi jatah capek alias honor untuk masing-masing pemateri. Lumayan…!!
Setelah terima duit, dibuatlah rencana perayaan atau pesta makan-makan sekaligus kopdar untuk semua anggota kaipang yang bisa hadir. Rencana pertemuan akan dilaksanakan pada pukul 18.30 WITA alias selepas sholat maghrib, dengan mengambil tempat atau lokasi di Jalan Udayana.
Pada waktu yang telah ditentukan, meskipun ada beberapa yang telat, termasuk saya, blek dan Yanuar, tiba pada posisi yang telah disepakati.
Waktu itu, Kamis malam, rupanya pedagang libur di hari tersebut. Terpaksa dibuat ulang skedul. Urun rembug lokasi kopdarpun dilakukan. Atas usulan dari Okky Dribble akhirnya disepakati, menuju sebuah cafe lesesah di Jalan Majapahit.

Rombongan Kaipang dengan mengendarai motor menuju lokasi. Saya dan Ketupang menumpang mobil Okky.
Sampai di tujuan, langsung pesan makanan, dan pesta perayaanpun dilaksanakan.
Baru kali ini formasi Kaipang berkumpul dengan formasi lengkap. Saling melepas kangen, karena meskipun masih dalam kota Mataram, kawan-kawan belum tentu bisa bertemu setiap saat karena kesibukan masing-masing.
Ada beberapa agenda ringan yang dibahas, termasuk refleksi terhadap pelaksanaan RoadShow OSS yang telah dilaksanakan, rencana migrasi Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa serta hal-hal lainnya.
setelah kenyang, giliran membayar…..terereereengggg…..billing di bawah ini merupakan sebuah rekor untuk kopdar kaipang…..maklumlah namanya juga Kaipang.